Selasa, 08 Mei 2012

Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Dalam PLS


PEMBELAJARAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL
MARIPAULI PASARIBU

PENDAHULUAN

            Dunia pendidikan Indonesia tidak pernah lepas dari sejumlah persoalan. Salah satu ketertindasan masyarakat yang merupakan kondisi nyata hingga dewasa ini adalah masih banyaknya warga masyarakat Indonesia yang masih buta aksara. Suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya berada dalam kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan ketertinggalan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini merupakan tanggung jawab Negara dan semua komponen bangsa untuk memenuhinya, karena merupakan prasyarat dalam kehidupan modern dewasa ini bahwa setiap warga Negara dalam menghadapi tantangan hidupnya harus mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Penyebab tingginya angka buta aksara di Indonesia adalah kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan telah banyak merenggut hak manusia. Selain itu, kemiskinan membuat orang tua enggan menyekolahkan anaknya karena biaya pendidikan yang mahal. Angka kemiskinan di Indonesia tahun 2005 tercatat sebanyak 35,1 juta jiwa sedangkan penduduk hampir miskin 26,2 juta jiwa. Sementara itu, pada tahun 2007, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 384.000 orang. Pemerintah Indonesia harus mempercepat pengentasan buta aksara hingga 5% dari total penduduk pada tahun 2015.             Menurut Arif Rahman (2008) ada lima strategi untuk menurunkan buta aksara di Indonesia yaitu: pertama, pemetaan jumlah penyandang buta aksara secara tepat; kedua, perluasan informasi dan sosialisasi pentingnya melek aksara; ketiga, pemberdayaan sekolah formal dan non formal bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat; keempat, program pendidikan membaca secara inovatif melalui kegiatan di luar sekolah; kelima, menjalin kemitraan dengan UNESCO. Program ini harus dilakukan secara bersamaan, sehingga tujuan mengentaskan kemiskinan tidak hanya sebagai wacana. Selain itu, pemerintah berupaya meningkatkan pembelajaran keaksaraan fungsional sebagai salah satu upaya pendukung rencana strategi penurunan angka buta aksara. Di dalam pembelajaran keaksaraan fungsional, peranan tutor sangat menunjang kelancaran pembelajaran untuk warga belajar. Pada umumnya sasaran dari program keaksaraan fungsional terdiri dari masyarakat orang dewasa yang belum melek aksara.
            Program keaksaraan fungsional merupakan salah satu program pendidikan luar sekolah yang berfungsi untuk membekali warga belajar tributa (buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar). Metode yang digunakan dalam program ini adalah Calistung (membaca, menulis, dan berhitung) serta berbahasa Indonesia dengan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang isi pembelajarannya berkaitan dengan fungsional mereka sehari-hari. Proses keaksaraan ini menggunakan prinsip belajar orang dewasa.


PEMBAHASAN

A. Konsep Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
            Pembelajaran pada hakikatnya adalah pengelolaan lingkungan yang disesuaikan dengan kondisi warga belajar agar mereka mampu belajar optimal sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan (Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan, 2006:1). Pembelajaran adalah perubahan dalam individu karena interaksi individu dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Morgan, 1963). Dengan kata lain, pembelajaran adalah aksi atau proses yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku, pengetahuan, keahlian dan sikap yang memungkinkan individu menyesuaikan diri terhadap masalah-masalah yang bersifat pribadi maupun sosial (Raharjo, 2005: 10). Pembelajaran dengan demikian mencakup keterlibatan personal, perasaan dan pengetahuan dalam keseluruhan pengalaman pelajar (Rogers, 1983). Jadi, pembelajaran merupakan proses belajar yang melibatkan perubahan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam diri individu yang diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga kebutuhan belajarnya terpenuhi.

2. Pembelajaran Pendidikan Nonformal
            Pendidikan Nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem pendidikan persekolahan yang berorientasi pada pemberian layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti pendidikan formal disekolah. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Coombs dan Ahmed (1971) menyatakan bahwa pendidikan nonformal (nonformal education) mengacu pada aktivitas pendidikan yang teroganisir di luar sistem sekolah formal, yang dimaksudkan untuk melayani aktivitas dan tujuan belajar masyarakat (Sutarto, 2007: 9-16). Pengertian pendidikan bagi semua menekankan bahwa dalam kehidupan modern setiap orang memerlukan kesempatan untuk belajar karena itu pendidikan untuk semua meliputi: (a) pendidikan dasar bagi anak usia sekolah, (b) pendidikan keaksaraan bagi dasar pemuda dan orang dewasa yang belum pernah mengikuti pendidikan dasar, dan (c) pendidikan berkelanjutan bagi pemuda dan orang dewasa untuk terus disesuaikan dengan perkembangan dan bermanfaat bagi kehidupan dan pekerjaannya. Maka lahirlah apa yang dinamakan dengan kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal, yang sesungguhnya telah ada sejak adanya masyarakat manusia. Ciri utama pendidikan nonformal adalah: (1) program disesuaikan dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan warga yang sifatnya mendesak, (2) materi pembelajarannya bersifat praktis pragmatis, (3) waktu belajarnya relatif singkat, (4) biaya murah, tetapi besar faedahnya, (5) tidak mengutamakan ijazah, (6) usia dan jenis kelamin dipermasalahkan, (7) tidak mengenal kelas atau tingkatan
secara kronologis, (8) penyelenggaraannnya lebih luwes, (9) saling belajar dan saling membelajarkan di antara peserta didik, (10) tujuan pembelajaran dirancang dan diarahkan untuk memperoleh lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup, (11) waktu dan tempat belajar disesuaikan peserta didik serta lingkungannya, (12) menerapkan prinsip pendidikan seumur hidup, (13) berfungsi mengembangkan potensi peserta didik, (14) meliputi pendidikan kecakapan hidup, anak usia dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, keterampilan dan pelatihan kerja, kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, dan (15) satuan pendidikan terdiri dari atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

B. Konsep Keaksaraan Fungsional
1. Pengertian Keaksaraan Fungsional
            Keaksaraan fungsional terdiri dari dua unsur, yaitu keaksaraan dan fungsional. Keaksaraan secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Menurut Napitupulu (1998:4) mengatakan keaksaraan didefinisikan secara luas sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua. Lebih lanjut dikatakan bahwa keaksaraan merupakan keterampilan yang diperlukan pada dirinya dan salah satu fondasi bagi keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Keaksaraan adalah kemampuan seseorang dalam membaca, menulis dan berhitung. Seseorang yang buta aksara adalah orang yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melek huruf adalah orang yang dapat membaca maupun menulis kalimat sederhana dan berhitung.
Istilah fungsional berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar bermakna dan bermanfaat untuk meningkatkan mutu kehidupan. Fungsional di sini juga bermakna warga belajar dapat memanfaatkan hasil belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keaksaraan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

2. Metode Pembelajaran Keaksaraan Fungsional
            Banyak variasi metode yang dapat digunakan tutor dalam membelajarkan warga belajar. Ketepatan penggunaan beberapa metode dan teknik pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan dasar yang sudah dimiliki warga belajar serta minat dan kebutuhan warga belajar. Oleh karena itu, keanekaragaman metode dapat digunakan sesuai dengan situasi, kondisi, minat dan kebutuhan warga belajar. Ada beberapa hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam memilih metode tertentu yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) karakteristik materi pembelajaran, (3) kemampuan pendidik, (4) waktu yang tersedia, dan (5) jumlah peserta (Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan, 2006: 11-12). Beberapa metodologi pembelajaran yang dapat digunakan oleh tutor dalam
pendidikan keaksaraan fungsional antara lain adalah:

a. Metode Pendekatan Pengalaman Berbahasa (PPB)
            Metode PPB merupakan cara pembelajaran keaksaraan (baca-tulis) berdasarkan pengalaman. Warga belajar membaca dan menulis melalui proses membuat bahan belajar yang berasal dari ide atau kalimat yang diucapkan oleh warga belajar sendiri, bukan dari tutor.

b. Metode Struktur Analisis Sintesis (SAS)
            Metode SAS (Struktur Analisis Sintesis) adalah suatu cara atau teknik membelajarkan masyarakat buta aksara dengan membaca dan menulis yang menekankan pada struktur kalimat (SPO) terlebih dahulu dengan mengurai menjadi bagian-bagian kata, suku kata dan huruf serta merangkai kembali menjadi suku kata, kata, dan kalimat (Suka, 2006: 1).

c. Metode Suku Kata
            Metode suku-kata sangat efektif untuk membantu warga belajar yang buta huruf murni. Konsep utama dalam metode ini adalah mempelajari suku-kata, suku-kata tertentu yang sering dilafalkan dan memiliki makna yang jelas, dengan prinsip mengulangi, menghafal, dan melatih tentang semua huruf konsonan maupun vokal yang membentuk suku-kata tersebut (Puspawati, 2006: 1-2).

d. Metode Abjad
            Metode abjad merupakan metode pembelajaran yang menggunakan media “Poster Abjad” dan “Kamus Abjad”. Poster abjad digunakan sebagai media pembelajaran untuk membantu warga belajar mengerti bagaimana cara mengingat huruf, ejaan, dan kata-kata baru. Poster abjad juga bisa memudahkan warga bealajar untuk membuat kamus abjad. “Kamus Abjad”
adalah media pembelajaran untuk membantu warga belajar dalam menyusun kata-kata yang dipelajari melalui poster abjad, metode PPB, SAS dan kegiatan.

e. Metode Kata Kunci
            Metode kata kunci adalah salah satu metode pembelajaran membaca dan menulis dengan menggunakan kata-kata kunci. dan tema-tema penggerak yang dikenal oleh warga belajar dan yang ditemui dalam kehidupan seharihari. Alasan penggunaan kata kunci dan tema penggerak adalah pentingnya menghubungkan kemampuan baca-tulis dengan kehidupan nyata sehari-hari warga belajar.

f. Metode Pembelajaran Melalui Kegiatan Diskusi
            Diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran dalam kelompok belajar keaksaraan fungsional yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan diskusi adalah untuk membuka pikiran warga belajar dalam menganalisis dan memanfaatkan pengetahuannya. Topik yang pertama kali didiskusikan pada kelompok belajar adalah menyangkut minat dan kebutuhan warga belajar, serta potensi dan hambatan yang mungkin ditemukan selama proses pembelajaran.




g. Metode Pembelajaran Berhitung
            Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa warga belajar sudah memiliki kemampuan dalam menghitung nilai nominal uang, ternak, anggota keluarga dan lain-lain, tetapi mereka belum mampu menuliskan simbol untuk pejumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perbandingan.

h. Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Fungsional
            Kegiatan pembelajaran keterampilan fungsional diarahkan pada pemberian keterampilan yang bersifat ekonomi produktif dan keterampilan sosial. Keterampilan fungsional menjadi tekanan pada kegiatan pendidikan keaksaraan fungsional karena sebagian besar warga belajar sasaran program penuntasan buta aksara adalah masyarakat miskin, sehingga secara ekonomi perlu diberdayakan. Bentuk pembelajaran keterampilan fungsional harus disesuaikan dengan minat dan kebutuhan warga belajar, serta bersifat fungsional seperti menjahit dan membuat kue. Sedangkan aspek keterampilan sosial antara lain adalah membangun jaringan kerja dengan dinas, instansi, lembaga, atau pihak-pihak lain dengan maksud untuk memfungsikan keaksaraannya, mendapatkan informasi, dan memanfaatkan peluang bagi upaya peningkatan kualitas ekonomi warga belajar.

PENUTUP
                                                  
            Salah satu ketertindasan masyarakat yang merupakan kondisi nyata hingga dewasa ini adalah masih banyaknya warga masyarakat Indonesia yang masih buta aksara. Suatu kenyataan bahwa masyarakat buta aksara pada umumnya berada dalam kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan ketertinggalan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini merupakan tanggung jawab Negara dan semua komponen bangsa untuk memenuhinya, karena merupakan prasyarat dalam kehidupan modern dewasa ini bahwa setiap warga Negara dalam menghadapi tantangan hidupnya harus mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Program keaksaraan fungsional merupakan salah satu program pendidikan luar sekolah yang berfungsi untuk membekali warga belajar tributa (buta aksara dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar). Metode yang digunakan dalam program ini adalah Calistung (membaca, menulis, dan berhitung) serta berbahasa Indonesia dengan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang isi pembelajarannya berkaitan dengan fungsional mereka sehari-hari. Proses keaksaraan ini menggunakan prinsip belajar orang dewasa.
            Aspek metode pembelajaran sangat penting mendapat perhatian karena tiga alasan. Pertama, metode pembelajaran merupakan variabel manipulatif, artinya setiap tutor memiliki kebebasan untuk memilih dan menggunakan berbagai metode pengajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajarannya. Lagi pula, struktur isi pelajaran merupakan variabel pembelajaran di luar kontrol tutor karena merupakan wewenang pemerintah. Kedua, metode pembelajaran memiliki fungsi sebagai instrumen yang membantu atau memudahkan warga belajar dalam memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Materi pembelajaran yang memiliki tingkat kesulitan akan terasa mudah jika tutor mampu meramu dan menyajikan dengan menerapkan metode pembelajaran yang menarik bagi warga belajar.
 Ketiga, pengembangan metode pembelajaran dalam konteks peningkatan mutu perolehan hasil belajar perlu diupayakan secara terus-menerus dan bersifat komprehensif karena proses pembelajaran merupakan faktor determinan terhadap mutu hasil belajar. Hal ini makin menarik untuk diperhatikan seiring dengan kuatnya tuntutan terhadap mutu pendidikan nonformal.



DAFTAR PUSTAKA

Arif Rahman. (2012). www.arifrahman.blogspot.com, diambil pada 30 April 2012.

Benni Setyawan. (2012). www.bennisetyawan.blogspot.com, diambil pada 30 April 2012.

Priambodo, H. (2006). Cara Rencana Merancang Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan. Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional III Jawa Tengah.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar